Aku memanggilmu,
dengan ribuan kata maaf yang sulit kaudengar
Aku menyentuhmu,
bersama rinduku yang hangus tak bertuan
Dan aku memelukmu,
lewat doa hangat yang mendekap marahmu erat
[Yogyakarta, 9 Juni 2014]
Aku memanggilmu,
dengan ribuan kata maaf yang sulit kaudengar
Aku menyentuhmu,
bersama rinduku yang hangus tak bertuan
Dan aku memelukmu,
lewat doa hangat yang mendekap marahmu erat
[Yogyakarta, 9 Juni 2014]
Aku akan berlari secepat waktu
nanti di jalan pulang menuju dekapmu,
menengok rindumu yang mulai berdebu.
“Aku tidak suka orang itu, maka aku harus mengenalnya lebih baik.” – Abraham Lincoln
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat
diucapkan kayu kepada api
yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat
disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada.
(Aku Ingin, oleh Sapardi Djoko Damono)
Lelaki : Anganku pun tenggelam bersama aromamu yang tersisa di tubuhku seperti lengkap selamanya, dan bagaimana diriku melupakanmu?
Perempuan : Sementara rinduku terpenjara dalam senyummu yang melekat di benakku seperti satu selamanya, dan bilamana kudekap kamu, lagi?
Aku ingin memaki jarak dan bisikkan pada awan
betapa aku merindumu
supaya langit jadi cemburu
lalu tumpahkan gerimis sendu
Tuhan menciptakan rindu
supaya manusia menghargai jarak dan waktu
Lalu Tuhan menciptakan tunggu
supaya manusia memaknai tangis dan temu
[Purwokerto, 5 Februari 2014]
Kita ini pemabuk rindu yang sempoyongan menuju temu. Sesaat lagi, peluk aku di pintu lelapmu.
Hiruk pikuk sekitarmu membuatnya sembunyi rapat-rapat jauh di dalam dadamu. Rindumu benci keramaian.
Aku ingin memelukmu tanpa suara, membiarkan kata menggantung di udara dan sekedar waktu yang bicara.